"Kau tidak akan pernah tau, semua yang kau tau hanyalah kebetulan dan kau tetap dikutuk dalam ketidaktahuan" Ucok, duda 40 tahun mengaku juru selamat
Bagaimana kau bisa seperti ini ? Kau tua bangka sialan, meludahpun kau tak sanggup. Seorang pria mengolok bangkai anjing yang hampir membusuk. Si pria pergi. Berjalan sambil terus memikirkan umpatan yang baik dan benar terhadap apapun yang ditemuinya. Apa yang lebih menyedihkan dari seekor kecoak yang mampu bertahan dari radiasi nuklir tapi mati mengenaskan di tangan sapu ijuk ibu-ibu di pagi hari ? Si pria itu pun memikirkan jawaban apa yang tepat tapi tentu saja dia kesulitanMemikirkan kecoa saja dia bergidik. Dia memikirkan umpatan lain. Sialan, kau tak pernah merubah warna kulitmu? Kau buta warna? Anjingpun tak mau mengencingimu pria itu mengolok sebuah hydrant. Pria itu pergi tentu sambil memikirkan umpatan yang lebih baik lagi. Si pria mencoba membuat suara gaduh karena bosan dengan keheningan "bruk bruk duskk bajingan kau anjing sialan bangsat keparat sempak quro" si pria terdiam terbawa keheningan dia berpikir kenapa dia memilih sempak quro sebagai umpatan terakhirnya intonasi yang kurang pas pikirnya. Lalu si pria itu tertawa sekencangnya "hahahahahahahahahahahahahahahahahahaha.........." karena dia tahu tidak akan ada yang menegurnya, mayat-mayat busuk tak mungkin bisa bicara, apalagi mengumpat. Aroma laut menyerua bersamaan dengan bau busuk. Si pria memilih untuk tidur sejenak. -The end-
Anjrit DiCaprio blog
Rabu, 08 Februari 2017
Rabu, 13 April 2016
Makhluk Sekunder
Aku bukanlah makhluk mayoritas, maksudku mayoritas adalah aku tidak diciptakan sesempurna manusia, sial aku barusan mengucapkan umpatan yang cukup menyakitkan, ya, manusia adalah umpatan terburuk bagi kami. Kabar baik, populasiku terlampau amat banyak di tempat yang besar ini dan kabar buruknya tak ada seorangpun yang mengharapkan apalagi peduli, mengenaskan memang, selalu ada kabar buruk di setiap kabar baik.
Aku tak tahu cara menggunakan otak yang baik dan benar macam manusia, yah, aku mulai terbiasa mengumpat dan aku memakluminya, aku hanyalah makhluk sekunder yang cukup menyebalkan dan memang begitulah aku, membuat repot para manusia adalah cita-cita adiluhung bagiku dan makhluk sekunder lainnya. Aku tidak membenci di berikan tatanan payah di tempat besar ini, di tendang, di siksa, di bunuh dengan pelbagai cara ialah salah satu takdirku. Aku sering melihat temanku berbusa dibagian mulutnya lalu mati, tergeletak di tanah dengan kepala yang sudah tak terbentuk, ditempatkan di wadah yang tak didapati udara segar lalu dibuang di tempat yang kotor adalah hal yang biasa dan tentu masih banyak model siksaan berujung kematian lainnya, otak manusia memang hebat, tidak, tidak aku tidak membutuhkan belas kasih, apa itu belas kasih ? semacam tanah basah ? Hanya malaikat yang tahu, hmm membedakan malaikat sangat amat susah, mengapa sesuatu menciptakannya serupa dengan manusia ? Keparat, sungguh serupa.
Lagipula, kenapa kau tak mengasihi dirimu sendiri ? Aku pernah mendengar ucapan si tua blekedet kurang lebih dia berkata seperti ini "Semua yang ada dan tercipta di tempat besar ini adalah guyonan yang sangat amat lucu, kau termasuk di dalamnya..." Aku setuju, karena memang begitu adanya dan setelah si tua blekedet berkata seperti itu sekitar 3 malam setelahnya dia mati, ditusuk garpu di bagian mata kiri-nya, kematian yang cukup keren menurutku. Oh, aku lupa, aku harus mencari makan sebelum makhluk lain merebut lahan panganku dan memang harus kusudahi sampai disini.
Rabu, 16 Maret 2016
Kertas Bekas - bagian 2.
Pagi menjelang, bukan suara kokokan ayam ataupun
decitan roda sepeda pengantar koran yang pagi itu kami dengar. Tiga unit mobil
ambulance dengan sirinenya membawa jasad ketiga korban tewas ke rumah sakit
untuk dilakukan autopsi untuk mengetahui sebab sebenarnya kematian mereka.
Anak perempuan korban selamat tadi dibawa ke
psikiatris untuk menjalani perawatan trauma. Kini ia sebatang kara tanpa tahu
lagi kemana harus tinggal. Nia Priska Sugiarto, kata yang tertulis di secarik
kartu keluarga milik korban adalah nama anak tersebut. Ironisnya, ia yang baru
berumur 7 tahun harus kehilangan semua orang yang ia sayangi. Perenggutan nyawa
yang dilakukan sekelompok orang pagi tadi membuatnya sebatang kara.
Tak banyak yang kami temukan dirumah itu. Sekadar
jejak sepatu berukuran 42 tadi menjadi petunjuk untuk menguak dalang dari semua
ini. Sidik jari di parang yang bersandar di pintu rumah beserta temuan potongan
rambut tipis berwarna pirang menjadi pelengkap proses investigasi. Warga
sekitar juga menambahkan adanya sebuah mobil jenis Range Rover berwarna hitam
dengan nomor polisi D 312 ITA melaju ke arah kota setelah keributan usai. Hipotesis
pertama kami, salah satu pelaku memiliki ukuran kaki 42 dengan rambut warna
pirang dan mereka melaju dengan Range Rover hitam.
Tak banyak yang hilang dari rumah ini. Lemari kamar
sepertinya hanya diacak-acak tanpa ada barang yang hilang. Semuanya utuh tapi
bersepah kian kemari. Begitu juga barang bukti parang didepan rumah, sepertinya
pelaku memang menginginkan kami untuk menemukan mereka.
……
Seminggu berjalan, belum ada kabar apapun dari intel
yang kami sebar di seluruh bandung. Tanda-tanda keberadaan mobil tersebut belum
juga kami temukan. Garis polisi masih tersingkup mengitari seluruh rumah TKP.
Sesekali juga beberapa warga yang penasaran mencoba mendekat dan menelinguk
sekejab terkait kejadian minggu lalu. Ketiga korban tewas sudah dimakamkan
dalam satu liang lahat. Nia tak kami ikutkan dalam prosesi pemakaman itu,
mengingat traumanya bisa memburuk setiap saat.
Gadis kecil itu tinggal bersamaku sejak 2 hari yang
lalu setelah psikiater membolehkannya pulang, namun jika traumanya kambuh lagi
ia harus kembali. Tak banyak yang ia katakan semenjak berada dirumah ini. Sesekali
istriku mengajaknya ia bicara tentang hal-hal kecil mengenai dirinya. Ia hanya
menjawab seperlunya, entah ia masih teringat tentang kejadian itu atau tidak,
yang pasti anak ini mengalami depresi berat. Tak jarang ia sama sekali tidak
menyentuh mainan dan makanan yang kami sediakan di kamarnya. Aku sengaja
menempatkan ia bersama isteriku agar suatu saat ia bisa merasakan hal yang sama
seperti bersama ibunya dahulu.
Taman Terakhir
Sekarang ku tahu kenapa codot keluar di malam hari. Mungkin
karena codot tahu bahwa makhluk berkaki 4 - 2 untuk berjalan - 2 lagi untuk
memegang apa saja, jarang sekali dilihat dan itu berarti tidak ada pengganggu
jadi codot memutuskan untuk mencari buah segar di malam hari. Tentu itu bukan
penjelasan ilmiah kau boleh saja bergumam dalam hati tuk sekedar berbicara
kotor tentang penjelasanku tadi.
Suatu hari codot coklat sedang ingin memakan buah
yang berwarna hijau dan oranye dalamnya. Itu bukan hal yang mudah untuk si
codot bukan karena tidak sedang musimnya. Bagaimana kau bisa mencari pepohonan
jika benda benda keras yang menguasai seluruh isi bumi pikir si codot. Sambil
terbang mengelilingi entah benda apa - menjulang tinggi - dan sedikit matahari
kecil mengelilinginya. Dia ingat perkataan temannya yang usianya lebih tua
bahwa si tua mendaku bahwa usia mudanya sangatlah menyenangkan. Si tua
bercerita menerus hingga mulutnya berbusa mengenai masa mudanya yang dengan
mudah mencari makanan. Ya sialnya mungkin akan tertangkap oleh karet yang tak
mirip karet buatan makhluk sialan, itupun jarang ditemui karena karet yang tak
mirip karet itu terlihat jelas oleh mata codot yang didesain sebegitu
bergunannya.
Penciptaku memang luar biasa, kupikir bahwa makhluk
besar itu cukup dungu juga. Mungkin ada yang mau menambahkan umpatan lain? Ya
aku sempat membenci perbincanganku bersama si codot tua tapi untuk saat ini aku
ingin sekali muda bersamannya menikmati setiap gigitan makanan dan terbang
tanpa harus bertemu benda-benda tinggi yang menutupi penglihatannya.
Malam itu sama seperti malam kemarin dan itu akan
terulang lagi sampai codot-codot menjelma menjadi mutan dan menguasai isi bumi.
Si codot muda terbang mengelilingi tanah lapang maksudku satu-satunya taman
yang berada di area itu. Seperti layaknya codot pada umumnya, dia menuju ke
satu-satunya pohon yang berada di taman tersebut. Dia berharap keajaiban datang
dari pohon tinggi yang satu-satunya tumbuh menjulang di area itu yang memiliki
daun yang menyerupai rerumputan menghasilkan buah hijau yang besar dan segar. Padahal
codot paham pohon itu sudah tidak bisa berbuah lagi kadang ke-putus asa-an
membuat seseorang menjadi naif.
Tak ada buah dan codot tau itu. Dia harus menahan
lapar untuk ke-sekian kali-nya dan sayangnya malaikat masih sayang terhadap si
codot muda, dia membiarkan dulu codot tersiksa di bumi. Malam itu codot sedang
senggang dan tidak ingin melakukan apa-apa. Dia mencoba mengamati apa yang
dilakukan oleh makhluk sialan yang tengah sibuk di lahan kosong tersebut
padahal codot tahu betul bahwa makhluk-makhluk menjijikan itu selalu
berhibernasi di malam hari. Codot muda cukup heran dengan yang dilakukan
makhluk-makhluk tersebut. Dengan menggunakan benda-benda besar yang menyerupai
gajah dan bisa berjalan menghancurkan tanah kosong beserta suara yang amat
berisik menyertainya dan kabar buruk-nya tanah tersebut satu-satunya tanah
dimana codot muda menemukan sedikit makanan yang bisa dimasukan ke rongga
mulut-nya walaupun tak enak.
Yah, codot mulai menyadari dirinya, makhluk yang
pintarlah yang bisa menguasai bumi ini beserta doa yang pertama kali di ucapkan
oleh si codot muda yaitu teruntuk generasi codot berikutnya supaya menjadi
mutan, mutan mawut.
Minggu, 13 Maret 2016
Kertas bekas
Hening, kesan pertama ketika masuk kedalam rumah yang lampu depannya masih menyala, sedangkan didalam sangat gelap. Bau amis menyebar ke seluruh ruangan. Barang bukti berupa parang berlumur cairan merah marun mungkin sengaja disandarkan pelaku di samping pintu utama yang tidak terkunci.
Gelapnya ruang tengah ini bukan hanya karena lampu belum dinyalakan, tapi ini masih jam 4 pagi dimana seharusnya belum ada manusia yang beraktivitas. 15 menit yang lalu, ada yang melaporkan mendengar keributan di rumah ini dan beberapa orang terlihat pergi dengan Range Rover hitam bernomor polisi D.
Bercak darah di ruang tengah, seperti bekas mayat diseret, mengarah ke gudang disamping dapur. Jejak sepatu dari darah yang terdapat lingkaran kecil dengan angka 42 di tengahnya menjadi salah satu petunjuk. Benar saja, menyelaras bercak seretan darah, 2 mayat tertelungkup di bawah rak gudang tertindih bangku reyot. Sayatan yang cukup rapi di leher mayat wanita dan bekas bacokan di perut, punggung dan leher si laki-laki, seluruh tubuh keduanya bermandikan darah.
Diruangan lain, satgas TKP menemukan bercak darah di dinding dan kasur. Lemari dan rak meja bekas di bobol tambah membuat ngeri kamar ini. Mayat gadis kecil berada dibawah dipan dengan mata belum tertutup dan darah keluar dari lubang di kepalanya. Sebutir selongsong 15mm berada dibawah meja. Mungkin ini yang dikira warga sekitar bahwa mereka mendengar suara letupan jam 2 tadi.
Masih basah, belum terlalu dingin, dan masih mengalir. Kemungkinan ini baru terjadi 2-3 jam yang lalu. Forensik mencocokkan darah di parang dengan sampel ketiga korban. Sadis, semuanya cocok, dan berarti parang ini dipegang eksekutor beberapa saat yang lalu.
Suara tangisan dibalik pintu kamar mandi yang terkunci menarik perhatian kami. Dibuka dengan paksa, dan seorang bocah kecil duduk dengan kedua tangan menutup wajahnya menjerit semakin keras. Kejamnya orang itu membuat bocah ini sebatang kara dan meninggalkan depresi yang akan ia ingat seumur hidupnya.
To be continued...
Pria Kerdil
Hujan rintik menyelimuti kota tua yang memiliki
mayoritas orang kerdil. Kota itu cukup besar sehingga masih banyak lahan kosong.
Saking banyaknya mungkin rumput liar pun bosan tumbuh di lahan kosong tersebut.
Diantara lahan kosong yang masih berserakan itu terdapat danau sleek, danau
bekas letusan gunung tak begitu besar memang. Danau yang ditumbuhi banyak
tanaman enceng gondok tersebut sungguhlah sunyi. Hanya ada suara jangkrik dan
pohon pinus besar yang mengelilingi beserta perdu yang tumbuh tidak wajar.
Dihari minggu, lelaki kerdil setengah baya selalu
bersarang di danau tersebut, Cok namannya. Kehidupan mortalnya dihabiskannya
untuk memancing dengan anaknya, cik, yang masih berusia 7 tahun. Bisa dibilang
nasib Cok sama dengan bentuk tubuhnya, kerdil, dimana kerdil selalu
dikonotasikan buruk oleh kebanyakan orang. Dia memiliki istri cantik hanya
dalam kurun waktu 2 tahun karena sang istri meninggal disaat sedang sarapan
dengan hasil tangkapan suaminya. Duri gurami yang menyangkut di tenggorokannya
mampu membuat malaikat yang sedang menyesap kopi dibuatnya bekerja, alhasil Cok
tinggal bersama putri semata wayangnya.
Seperti hari-hari minggu biasanya Cok bersiap
menunaikan agenda membosankan yang sebenarnya tak begitu membosankan, memancing.
Tepat pukul 6 pagi Cok mengemasi alat-alat yang sekiranya perlu dibawa mulai
dari pancing, kail, umpan secukupnya hingga roti kering untuk berjaga-jaga jika
lambung mulai murka beserta rokok 2 pak karena itu perlu. Pukul 8 Cok berangkat
mengenakan jaket kulit yang sengaja tidak dicuci selama 2 bulan dan celana
jeans yang mirip kudapan busuk. Dia berangkat sendiri karena cik anak perempuan
semata wayangnya masih tertidur lelap dan Cok tak tega membangunkannya.
Menggunakan motor yang bisa kau temui di pasar antik
dengan harga permen karet, 60 menit Cok menyusuri jalan berbatu terjal pelan
tapi pasti. Ketika perjalanan Cok selalu membayangkan bertemu sosok alien tepat
berada di atas kepalanya yang sedang berpikir keras tentang sudahkan dia
menyiapkan sarapan pada anak kesayangannya. Di waktu kecilnya hingga sekarang Cok
sangatlah terobsesi ingin bertemu sosok alien setelah menonton film bertema
alien dimana dipikirannya digambarkan alien itu makhluk hijau besar berkapala
mirip kacang polong gagal panen dan memakai miniset dan memilik kendaraan yang
mirip toples dengan lampu-lampu hias mengelilingi benda tersebut. Entah kenapa
harus memakai miniset, mungkin Cok akan menggaulinya jika memang benar seperti
itu.
Setelah 60 menit Cok sampai di danau sleek. Seperti
minggu-minggu biasanya Cok selalu disambut oleh suara jangkrik yang seolah
berkata, "ini dia lelaki yang perlu kita tertawakan" karena memang Cok
perlu untuk ditertawakan. Cok sampai di danau pukul 09.30, telat 30 menit hal
itu bisa dimaklumi karena memang jalanan sedang tidak coCok dengan motor
bututnya dan lebih pentingnya lagi tidak akan ada manusia yang memarahi karena
terlambat. Lagipula ini juga bukan hal yang penting, -eh semua hal yang ada
dibumi pun sebenarnya juga tak kalah tak penting-. Cok memulai kegiatannya
dengan mengambil sebuah joran pancing dan umpan cacing dan mulai menanamkan
kailnya ke dasar danau dengan harapan ikan-ikan bodoh yang sering mandi tetapi
tetap saja bau amis mau memakan umpan.
Selagi menunggu umpan dimakan, di benak Cok selalu
memikirkan toples bersinar yang didalamnya terdapat alien memakai miniset
supaya bisa disetubuhi hingga tak terasa matahari mulai bekerja di tempat lain.
Waktu menunjukan pukul 19.15 dan Cok hanya mendapat beberapa ikan tongkol yang
sama sekali jauh dari kata enak jika digoreng atau digodog atau disangrai atau
direbus atau di apapun dan berniat untuk istirahat sejenak. Dia lupa dengan mi
instan-nya, sebelum dia membuka bungkus mi instan Cok mengamati lalu membaca
dengan seksama apa yang tertulis di bungkus tersebut, "Mie paling enak se-antero,
kesukaan manusia beserta alien, buka disini". "Sialan, apa-apaan ini!",
gerutunya sambil membuka bungkus mi lalu mencapur bumbu yang sudah di sediakan
"Persetan dengan tata cara pembuatan, jadi makanan kok ngatur"
gumamnya lagi.
Cok langsung menyantap mi kering yang rasanya seperti
kau merasakan pasir pantai. Selesai memakan mi, Cok mengambil rokoknya yang
sedari tadi belum dijamah. Dipantik-nya korek ke rokok kreteknya, hirup kadar
nikotin begitu mendalam hingga Cok memejamkan kedua matanya. "Kadang hidup
tak seburuk yang dipikirkan" gumamnya.
Setelah Cok membuka matanya dan menengadah ke atas,
dilihatlah cahaya kecil yang cukup banyak berjalan di langit yang saat itu
sedang mendung. Sambil menyesap kreteknya, Cok terus menatap cahaya-cahaya berjalan itu
dan Cok percaya bahwa lampu itu adalah alien, ya alien hijau yang kepalanya
menyerupai kacang polong gagal panen dan memakai miniset. Cok langsung
meninggalkan peralatannya dan mengikuti kemana arah cahaya itu pergi. Dia
berpikir dan yakin dia akan bisa bersetebuh malam ini.
Cahaya itu menuju ke hutan yang tak jauh dari danau
sleek. Suara danau yang sunyi kini diisi oleh suara hentakan kaki Cok yang
sedang berlari. Cok tak sadar jika dia sudah sampai ke tengah hutan,
perasaannya mulai berbeda dan cahaya itu muncul juga dari semak-semak. Begitu
banyak sehingga Cok ingin menghitungnya, "1,2,3,4, ....". Tak sampai
hitungan ke 5, tiba-tiba Cok mendengar suara gemerisik yang berasal dari arah
belakang. Cok membalikkan tubuhnya dan mendapati seekor babi hutan berukuran
sebesar bak mandi sedang berlari cepat menuju ke arahnya. Cok bersiap-siap
untuk menghindar, namun terlambat. Moncong babi hutan itu mendarat tepat di
perut Cok.
Napas Cok sesak. Cok merasakan sesuatu menyentuh
dinding ususnya. Seketika Cok jatuh terjerembab ke tanah. Babi hutan itu masih
menyodok-nyodokkan moncongnya ke arah perut Cok. Aku berusaha menahan
moncongnya dengan kedua tangannya. Samar-samar, Cok melihat cairan yang keluar
deras dari bagian kanan perutnya. Warnanya merah. Pandangannya semakin gelap.
Saat itulah Cok ingat kalau belum memberi sarapan ke putri semata wayangnya.
Langganan:
Postingan (Atom)