Rabu, 16 Maret 2016

Kertas Bekas - bagian 2.



Pagi menjelang, bukan suara kokokan ayam ataupun decitan roda sepeda pengantar koran yang pagi itu kami dengar. Tiga unit mobil ambulance dengan sirinenya membawa jasad ketiga korban tewas ke rumah sakit untuk dilakukan autopsi untuk mengetahui sebab sebenarnya kematian mereka.
Anak perempuan korban selamat tadi dibawa ke psikiatris untuk menjalani perawatan trauma. Kini ia sebatang kara tanpa tahu lagi kemana harus tinggal. Nia Priska Sugiarto, kata yang tertulis di secarik kartu keluarga milik korban adalah nama anak tersebut. Ironisnya, ia yang baru berumur 7 tahun harus kehilangan semua orang yang ia sayangi. Perenggutan nyawa yang dilakukan sekelompok orang pagi tadi membuatnya sebatang kara.
Tak banyak yang kami temukan dirumah itu. Sekadar jejak sepatu berukuran 42 tadi menjadi petunjuk untuk menguak dalang dari semua ini. Sidik jari di parang yang bersandar di pintu rumah beserta temuan potongan rambut tipis berwarna pirang menjadi pelengkap proses investigasi. Warga sekitar juga menambahkan adanya sebuah mobil jenis Range Rover berwarna hitam dengan nomor polisi D 312 ITA melaju ke arah kota setelah keributan usai. Hipotesis pertama kami, salah satu pelaku memiliki ukuran kaki 42 dengan rambut warna pirang dan mereka melaju dengan Range Rover hitam.
Tak banyak yang hilang dari rumah ini. Lemari kamar sepertinya hanya diacak-acak tanpa ada barang yang hilang. Semuanya utuh tapi bersepah kian kemari. Begitu juga barang bukti parang didepan rumah, sepertinya pelaku memang menginginkan kami untuk menemukan mereka.
……
Seminggu berjalan, belum ada kabar apapun dari intel yang kami sebar di seluruh bandung. Tanda-tanda keberadaan mobil tersebut belum juga kami temukan. Garis polisi masih tersingkup mengitari seluruh rumah TKP. Sesekali juga beberapa warga yang penasaran mencoba mendekat dan menelinguk sekejab terkait kejadian minggu lalu. Ketiga korban tewas sudah dimakamkan dalam satu liang lahat. Nia tak kami ikutkan dalam prosesi pemakaman itu, mengingat traumanya bisa memburuk setiap saat.

Gadis kecil itu tinggal bersamaku sejak 2 hari yang lalu setelah psikiater membolehkannya pulang, namun jika traumanya kambuh lagi ia harus kembali. Tak banyak yang ia katakan semenjak berada dirumah ini. Sesekali istriku mengajaknya ia bicara tentang hal-hal kecil mengenai dirinya. Ia hanya menjawab seperlunya, entah ia masih teringat tentang kejadian itu atau tidak, yang pasti anak ini mengalami depresi berat. Tak jarang ia sama sekali tidak menyentuh mainan dan makanan yang kami sediakan di kamarnya. Aku sengaja menempatkan ia bersama isteriku agar suatu saat ia bisa merasakan hal yang sama seperti bersama ibunya dahulu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar